Sabtu, 24 September 2011

De javu (Mimpi yang menjadi nyata)

Malam ini terasa dingin. hujan rintik-rintik di luar. Retha sedang mengerjakan novelnya. "Hmm.. apa gue ambil dari kejadian fiksi/realita ya? tapi gue lebih nyambung kalo nyeritain dengan realita. okeh dah!" ucapnya. lalu Zahra masuk dengan kursi rodanya, "Tha, bisa anterin gue beli buku gak?" tanya Zahra. "Oh, boleh. Sebentar dulu ya? aku mau matiin laptop dulu," ucap Retha. lalu ia bersiap dan mengambil jaketnya, karena di luar dingin sekali.Retha mengedip-ngedipkan matanya, "Lo kenapa Tha?" tanya Zahra. "Emm.. Gak apa-apa," ucap Retha sambil mendorong kursi roda Zahra. Retha terlihat tidak fokus sehingga genggamannya dari kursi roda Zahra terlepas. Kursi roda Zahra melaju tanpa arah. Retha pun jatuh pingsan. "Aaaaa...," teriak Zahra. Tubuhnya terpelanting hingga Zahra tak tersadarkan diri. Zahra dilarikan ke rumah sakit.
                  Retha bermimpi ia berada di kelasnya, ditembak oleh seorang cowok yang suka padanya. dan ia pun jadian dengan cowok itu. Retha terbangun dari tidurnya, melihat jam dinding, "Masih jam segini, aneh banget dah mimpi gue," ucap Retha sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu ia membanting dirinya ke tempat tidur, "That's impossible," ucap Retha. Lalu ia meneruskan tidurnya. Tiba-tiba ia terbangun lagi, "Oh iya! gue lupa tugas Bahasa Inggris!" jerit Retha. Jam menunjukkan pukul 02.00 pagi. Retha menghidupkan laptopnya untuk mengerjakan tugas Bahasa Inggris, karena kalau ia tidak mengerjakannya, gurunya akan menghukumnya. Lalu ia mengerjakan tugas Bahasa Inggris dengan mata terkantuk-kantuk.
                 Esoknya, Retha sudah bersiap-siap berangkat sekolah, ia mengambil roti selai coklat di meja dan memakannya di mobilnya, karena jarak dari rumah ke sekolahnya lumayan jauh. Saat sampai di sekolah, Retha menghampiri Selly yang sedang membaca buku IPA, “Sel, tumben baca buku, ada apa nih? Hehe,” ledek Retha. “Nanti kan ulangan IPA, Tha…,” ucap Selly tersenyum melihat ekspresi Retha yang terkejut, “Hah?? Serius?? Gue belum belajaaaar,” ucap Retha panik. Selly merangkul bahu Retha, “Hahaha… Happy Birthday Retha! Kena lo,” ucap Selly sambil menyeringai. Retha cemberut, “Yeh, Makasiiih Selly!” ucap Retha dengan senyum kesal. Lalu Selly mengeluarkan sebuah kotak berbalut kertas kado dan memberikannnya pada Retha, “Nih, buat lo,” ucap Selly sambil tersenyum. “Apa nih, Sel? Makasih banyak ya…,” ucap Retha sambil membuka kadonya. Di dalam kotak tersebut, terdapat sebuah syal berwarna coklat dan tercantum nama Retha ‘Tasya Maretha’  Retha memakai syal tersebut, “Thanks ya, Sel…,” ucap Retha sambil tersenyum.
                 "Retha?" terdengar samar-samar suara orang memanggil Retha. Retha membuka matanya perlahan, ia melihat Mama dan Papa sedang memandang cemas, "Kamu gak apa-apa?" tanya Mama. "Aku kenapa, Ma?" tanya Retha. "Kamu pingsan waktu nganterin Zahra, Zahra terpelanting karena kursi rodanya terlepas," ucap Mama. Retha terkejut, ia bangkit, "Trus Zahra gimana sekarang?" Mama menahan Retha, " dia lagi di rumah sakit, dia gak apa-apa untungnya cuma luka ringan," ucap Papa. Retha menngembuskan napasnya yang berarti lega.
          Retha mengobrol dengan Selly, lalu tiba-tiba Leo (cowok yang Retha sukai) menghampirinya, “Tha, bisa ajarin gue Fisika gak? Lo kan pinter fisika,” ucap Leo. “Mm… boleh,” ucap Retha gugup. Lalu Retha mengajari Leo fisika. Tak lama kemudian, Pak Anto datang dengan gaya kerennya. Ia guru termuda di sekolah. Umurnya baru 21 tahun. Ia mengajar pelajaran fisika di sekolah Retha. “Guys, hari ini ulangan fisika. Siapkan alat tulis kalian dan masukkan buku ke dalam tas,” ucap Pak Anto. Para siswa terkejut. “Yah, Pak. Saya belum belajar,” ucap Vina, salah satu  siswi di kelas itu. Retha hanya tersenyum. Akhirnya para siswa mengerjakan soal ulangan dari Pak Anto. Retha dapat menjawab dengan mudah dan ia mungumpulkan pertama. Lalu tak lama kemudian Leo mengumpulkan. Setelah itu banyak siswa yang mengumpulkan ulangan mereka. Pak Anto langsung memeriksanya dan ia tersenyum, “Ada 2 orang yang mendapatkan nilai tertinggi yaitu 90,” ucap Pak Anto. “Hah? Biasanya cuma Retha doang yang tertinggi. Penasaran,” ucap Dani sambil berpikir. “Retha ke depan ambil ulanganmu. Dan Leo ke depan ambil juga ulanganmu. Selamat Retha, Leo kalian mendapatkan nilai tertinggi,” ucap Pak Anto tersenyum. Leo menyeringai lebar, “Gue? Keajaiban! Hahaha…,” ucap Leo sambil tertawa tidak percaya.
          Saat istirahat, Retha dan Selly membeli Nasi Rames di kantin. “Eh, Tha, tau gak? Minggu depan kita ada study tour. Lo ikut kaaan?” tanya Selly. “Iya dong! Hahaha…,” ucap Retha sambil tertawa. Lalu Leo menghampirinya, “Thanks ya Tha. Gue dapet bagus gara-gara lo, Tha. Nih sebagai ucapan terima kasih,” ucap Leo sambil memberi Retha sebuah kotak kecil. “Thanks, ya Leo,” ucap Retha sambil tersenyum. “Sama-sama, jangan sungkan-sungkan ngajarin gue lagi ya? Hehe…,” ucap Leo sambil menyeringai. Retha mengangkat ibu jarinya, “Oke,” ucapnya pada Leo, lalu Leo menghampiri temannya.          Akhirnya setelah beberapa hari, Retha dekat dengan Leo. Dan akhirnya mereka jadian. Retha berpikir, “Kok mimpi gue jadi kenyataan ya?” ia bertanya-tanya dalam hati. Retha merebahkan dirinya ke tempat tidur, “Kok bisa ya? Mmm.. mungkin bener kali ya pepatah ‘nothing is impossible’. Gue masih gak percaya sampai sekarang,” lalu Retha tertidur dengan bantal kesayangannya yang berbentuk bulat berwarna biru muda. Retha bermimpi, ia berada di sebuah penginapan acara sekolahnya. Lalu ia melihat seseorang yang mengalami kecelakaan. Tubuhnya terserempet motor saat berada di luar penginapan. Tubuhnya luka-luka.
          Retha terbangun, “Astagfirullah, mimpi gue serem banget,” ucap Retha sambil menghembuskan nafasnya. Lalu Retha mempersiapkan barang bawaannya untuk di bawa ke penginapan yang berada di Yogyakarta untuk study tour. Sekolah Harapan Kita selalu mengadakan study tour setiap tahun. “Tha, jaketmu udah?” Tanya Mama. “Udah, Ma. Apa lagi ya?” Tanya Retha sambil berpikir. “Hmm… Kamera? Buat kenang-kenangan Tha,” ucap Mama. “Oke, Ma,” ucap Retha sambil tersenyum. “Oh iya, jangan lupa oleh-oleh buat Mama dan Papa ya?” pinta Mama. “Iya, Maaa,” ucap Retha sambil mengambil tas selempangnya.          Sekolah Harapan Kita telah sampai di Yogyakarta. Saat sedang menurunkan barang-barang, ada salah seorang siswi terserempet motor. Tubuhnya luka-luka. Retha langsung terdiam. Matanya tak berhenti memandang siswi tersebut. ‘Hah? Ini gak mungkin. Itu kan anak yang ada di mimpi gue,’ ucap Retha dalam hati. “Tha?” panggil Selly sambil melambaikan tangannya di depan wajah Retha. “Eh.. iya kenapa, Sel?” Tanya Retha terkejut. “Lo kenapa Tha?” Tanya Selly. “Nanti gue ceritain, Sel. Gue juga bingung,” ucap Retha. Selly mengambil kopernya, “Oh, yaudah. Ayo ke kamar kita,” ajak Selly. Retha mengangguk sambil membawa kopernya.          Setelah beres-beres di kamar. Retha dan Selly duduk di tempat tidur. “Mmm.. gini Sel, gue bingung. Mimpi gue selalu jadi kenyataan,” ucap Retha sambil memakai jaketnya, karena udara sangat dingin di penginapan. “Oh, itu namanya De javu, Tha. Gue juga sering kok,” ucap Selly. “Oh gitu, Sel,” ucap Retha sambil mengangguk. “Eh, kita keluar yuk! Anak-anak pada bakar jagung lho!” ajak Selly. Lalu Retha dan Selly pergi keluar. Terlihat para siswa sedang membakar jagung. Lalu Leo menghampiri Retha dan Selly, “Gabung, yuk!” ajak Leo. Lalu Retha dan Selly bergabung dengan Leo dan teman-temannya membakar jagung. “Nih, udah jadi Tha buat kamu,” ucap Leo. “Thanks, Leo. Buat Selly mana?” Tanya Retha. “Tenang Tha, nih gue lagi makan. Enak lho!” ucap Selly sambil menyeringai. Retha dan Leo hanya tertawa melihat tingkah laku Selly. Para siswa sekolah Harapan Kita menghabiskan waktu malam itu dengan membakar jagung.          Saat semua tertidur pulas, Retha tidak bisa tidur. Akhirnya ia melihat langit-langit untuk bisa tidur. Setelah tertidur, Retha bermimpi, Ia terjatuh di jalan karena tersandung batu besar di salah satu tempat pariwisata. Kakinya membentur batu sangat kuat hingga akhirnya lutut Retha retak. Lalu Retha terbangun, “Jangan sanpai gue De javu lagi, serem. Bisa gak ya dihindari? Kalo misalnya ada tanda-tanda, gue harus ngehindar nih dan hati-hati,” ucap Retha. Setelah itu, ia mengambil air minum lalu kembali tidur.
          Esok harinya, rombongan pergi ke tempat pariwisata untuk mengamati tempat itu. Saat di jalan berbatu, Retha berhati-hati. Tetapi ia tersandung batu, dan kakinya hamper membentur batu, untungnya Selly menolongnya. “Hampir aja! Thanks, Sel!” ucap Retha ketakutan. “Kok lo ketakutan banget, Tha?” Tanya Selly. “Kemaren malam, gue mimpi, gue kesandung batu besar. Trus gue jatuh, kaki gue kebentur batu, lutut gue retak. Gue takut, Sel. Untung lo nyelamatin. Berarti De javu bisa dihindarkan ya?” ucap Retha. Selly terlihat bingung, “Kayaknya gue gak sampe separah lo, Tha. Gue cuma potongan kejadian doang. Gak bener-bener terjadi sepenuhnya mimpi gue,” ucap Selly bingung. “Nah, gue ini aneh. Setiap mimpi gue, seluruhnya Deja vu, Sel,” ucap Retha. “Gini aja, Tha. Yang buruk berarti lo harus hati-hati, jangan sampai itu terjadi,” ucap Selly. Retha mengangguk. Akhirnya mereka meneruskan perjalanan mereka. Dan Retha jadi bisa mengetahui kejadian yang akan di alaminya lewat mimpi. Seperti orang bilang, Deja vu namanya ( kejadian yang pernah terjadi dan terjadi lagi tetapi biasanya lewat mimpi).


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar